Rabu, 10 Juni 2015

Hari – Hari Besar dan tempat suci Agama Buddha



Hari – Hari Besar Agama Buddha
RESUME
KELOMPOK 5
Ismail Sholeh : 1113032100040
Sukmaya: 1113032100043
Wahid muhammad : 1113032100068
Ucup manrdani: 11130321000-

1.  W a i s a k  P u j a.
Hari Raya Waisak pada umumnya jatuh pada bulan purnama sidhi dibulan Mei-Juni. Hari Raya Waisak juga dijuluki hari Tri Suci Waisak, karena pada hari itu umat Buddha Sedunia mempringati Tiga Pristiwa Agung yang terjadi pada diri kehidupan Sang Buddha Gotama lebih dari 2500 tahun yang lalu. 

1.1 Pengertian Prosesi
                  Dalam Hari Raya Waisak ada suatu kegiatan yang dinamakan  prosesi, yang dimaksud prosesi disini adalah suatu ritual yang berlangsung sebelum detik-detik waisak berakhir.Namun arti prosesi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Susunan, Runtutan jalannya Upacara/pawai khimad sedangkan dalam Kamus Istilah Prosesi adalah Pawai / arak-arakan yang dilakukan secara Khimad ( dalam suatu upacara / ritual ) seperti perayaan Waisak di Candi Borobudur yang diawali dengan prosesi menjelang upacara kemudian dilanjutkan dengan  pembacaan perita suci serta permohonan Tisarana dan Sila pada anggota Sangha, yang dilanjutkan dengan meditasi yang tepat  pada detik – detik waisak. Selanjutnya dilakukan iring – iringan Prosesi dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur bagian paling depan adalah Api Waisak yang diikuti barisan pembawa bendera kebangsaan dan panji Buddhis, disusul barisan Bhinneka Tunggal Ika yang mengenakan pakaian adat, kemudian barisan pembawa air berkah Waisak, barisan pembawa persembahan dan Stupa.
    

    Menyusul barisan anggota Sangha, barisan pandita serta Upasaka / Upasika,lalu ditutup barisan umat Buddha yang masing – masing membawa kembang sedap malam.Namun apabila Hari Raya Waisak atau Hari Raya yang lainnya dilaksanakan di Vihara maka ada prosesi yang dinamakan Pradaksina yaitu prosesi memutari Dhammasala sebanyak tiga kali dengan mengucapakan Tisarana, dimana pada putaran pertama mengucapkan Buddham Saranam Gacchami, putaran kedua mengucapakan Dhammam Saranam Gacchami, dan pada putaran ke tiga mengucapkan Sangham Saranam Gacchami sampai memasuki Dhammasala.

1.2 Detik – Detik Waisak
Detik – detik Waisak sangat bermakna dan mengandung daya religius dan spiritual  yang sangat dalam. Detik suatu pristiwa sangat berarti, mendatangkan kesan mendalam, kaya makna, saat – saat peristiwa itu selalu dihadirkan kembali dan dicari ketepatannya atau kepersisannya seperti manakala peristiwa itu sesungguhnya terjadi.Detik – detik Waisak yang begitu dinanti oleh Umat buddha yang merayakan ini seakan menjadi titik puncak dari perayaan Waisak yang selalu diawali dan diakhiri dengan meditasi. Adanya momentum detik – detik Waisak ini diprakarsai oleh kaum theosofiyang merayakan Waisak itulah yang kini tetap terwariskan dan sudah menjadi tradisi setiap perayaan Waisak.Menurut kepercayaan kaum Theosofi bahwa Detik Waisak memakai perhitungan astronomi yang konon katanya merupakan  saat – saat yang terjadi di Lembah Waisak ( Waisak Valley ) di Himalaya, dimana Sang Buddha turun menampakkan diri dan memberi berkahNyapada dunia dan semesta agar damai dan sejahtera.
Para ahli Astronomi menggunakan dua ukuran waktu, yang disebut Ephemeris – Time dan Universal Time. Ephemeris – Time adalah waktu seragam yang didasarkan pada perputaran planet, sedangkan Universal – Time didasarkan atas perputaran bumi.Perbedaan ET dan UT untuk waktu 100 tahun ( 1900-2000 ) kira – kira hanya 1         ( satu menit ) saja, sedangkan untuk tahun kurun 2000-3000 berbeda 74 menit. Untuk tahun 1982, nilai perbedaan adalah : + 53 detik yang dapat dipergunakan, dan setiap tahun ditambah 1 ( satu ) detik, sesuai tabel berikut ini.


TABEL
KOREKSI E.T KE U.T

Tahun
Menit
Tahun
Menit
Tahun
Menit
Tahun
Menit
1990
1.01
2000
1.11
2010
1.21
2020
1.31
1991
1.02
2001
1.12
2011
1.22
2021
1.32
1992
1.03
2002
1.13
2012
1.23
2022
1.33
1993
1.04
2003
1.14
2013
1.24
2023
1.34
1994
1.05
2004
1.15
2014
1.25
2024
1.35
1995
1.06
2005
1.16
2015
1.26
2025
1.36
1996
1.07
2006
1.17
2016
1.27
2026
1.37
1997
1.08
2007
1.18
2017
1.28
2027
1.38
1998
1.09
2008
1.19
2018
1.29
2028
1.39
1999
1.10
2009
1.20
2019
1.30
2029
1.40

CARA MERUBAH E.T KE U.T
                                                                                                                     
Purnama sidhi tanggal 1Juni 1996, pada pukul 20. 47. 56     ET
                                                Koreksi 1996              1. 07
                                                                            _
                                                                          20. 46. 49        UT
                             Penyesuaian WIB                  7.00. 00
                                                                             +
                                                                          27. 46. 49
                        Tanggal 2 Juni 1996                  03. 46. 49      WIB
Untuk daerah lain menyesuaikan dengan waktu setempat.

1.3 Makna Waisak
Untuk dapat melaksanakan ritual Buddhis khususnya dalam upacara pringatan waisak yang sesuai dengan Buddha Dhamma, terlebih dahulu kita harus tau makna Waisak itu sendiri. Apakah makna Hari Raya Trisuci Waisak ?untuk menjawabnya dijelaskan bahwa Hari Raya Trisuci Waisak disebut juga sebagai Tahun Baru Buddhis.Karena mempringati Tiga Peristiwa Agung yang dialami oleg Guru Agung kita Sang Buddha Gotama. Jadi jelas bahwa makna Waisak adalah untuk mengingat peristiwa penting yang jatuh pada bulan Mei – awal Juni ( Bulan Waisaka )pada tahun yang berbeda. adapun ketiga peristiwa tersebut adalah
  1. Pangeran Siddharta lahir di Taman Lumbini pada tahun 623 Sebelum Masehi
  2. Petapa Gotama mencapai bodhi atau Penerangan Sempurna di Bodh Gaya pada usia 35 tahun.
  3. Buddha Gotama mencapai Parinibbana ( mangkat ) di Kusinara pada usia 80 tahun.
Peristiwa Suci Waisak mengajak umat Buddha untuk merenungkan dan menghayati kembali perjuangan hidup Buddha Gotama. Hari Raya Waisak merupakan hari dimana mengajak umat buddha untuk menelaah kehidupannya masing- masing, untuk senantiasa berpedoman pada Buddha Dhamma.
2. Hari Besar Lainnya
Selain hari Raya Trisuci Waisak masih ada lagi hari – hari besar lain yang diperingati oleh umat Buddha yaitu :
2.1 Hari Suci Asadha
                  Hari Asadha merupakan peristiwa yang mempunyai arti yang amat penting sebab dengan adanya peristiwa Asadha itulah sampai saat ini umat Buddha masih dapat mengenal ajaran Buddha Dhamma yang Indah pada awalnya, Indah pada pertengahannya dan Indah pada akhirnya.Hari Besar Asadha diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari RayaTriuci Waisak.yang biasanya jatuh pada bulan Juli guna mempringati tiga peristiwa penting yaitu :
  1. Kotbah pertama Sang Buddha kepada lima orang pertapa ditaman Rusa Isipatana.
  2. Terbentuknya Sangha Bhikkhu yang pertama.
  3. Lengkapnya Tiratana ( Buddha, Dhamma, dan Sangha.)
2.2 Hari Suci Magha
                  Hari Raya Magha biasanya jatuh pada bulan purnama sidhi dibulan Februari / maret atau 2 (dua ) minggu setelah tahun baru imlek. Hari Suci Magha ini mempringati empat peristiwa penting, yaitu :
  1. Berkumpulnya 1250 orang Bhikkhu tanpa di undang terlebih dahulu.
  2. Mereka semua telah mencapai tingkat kesucian Arahat.
  3. Mereka semua memiliki enam Abinna.
  4. Mereka semua ditahbiskan oleh Sang Buddha dengan ucapan Ehi Bhikkhu.
2.3 Ovadhapatimokha
                  Ovadhapatimokha terdiri dari dua kata yaitu Ovadha yang artinya nasehat atau pesan, sedangkan Patimokha artinya disiplin. Ovadhapatimokha merupakan sabda Sang Buddha yang merupakan inti dari ajaran Sang Buddha dan Etika pokok para Bhikkhu yang terdiri dari 227 sila yang harus dipatuhi oleh bhikkhu dalam kehidupannya.

2.4 Hari Suci Khatina
Hari Suci Khatina merupakan hari bakti umat Buddha kepada anggota Sangha. Dengan memberikan dana kepada anggota Sangha atau yang disebut sanghadana / pawarana dan harus ada minimal lima  orang Bhikkhu yang bervassa di vihara tersebut. Jadi sanghadana   yang diselenggarakan pada bulan kattika tidak dapat dilangsungkan tanpa kehadiran Bhikkhu. Bulan kattika adalah bulan setelah masa vassa habis dan bisa disebut perayaan masa khatina. Khatina diawali dengan tradisi pembuatan jubah, karena makna dari kata khatina itu adalah bingkai kayu / alat untuk menjahit jubah. Khatina puja biasanya dilaksanakan selama sebulan mulai dari sehari sesudah para Bhikkhu/bhikkhuni selesai menjalankan masa vassa.Dana yang diberikan dapat berupa jubah dan keperluan Bhikkhu sehari – hari, handuk, sabun, odol, sikat gigi, makanan serta perlengkapan vihara.Namun ada juga  4 ( empat ) kebutuhan pokok para Bhikkhu yaitu :

  1. Civara (jubah )
  2. Pindapata ( makanan )
  3. Senasana ( tempat tinggal )
  4. Gilanapaccayabhesajja ( obat- obatan )

2.5 Pengertian katannu Katavedi
            Katannu Katavedi berasal dari bahasa pali yang artinya ” Bersyukur, berterima kasih” (Ven. Ajahn Sumedho ),dalam istilah buddhis memiliki arti menyadari akan pertolongan yang diberikan dan merasa berterima kasih/ syukur sedangkan dalam buku Senarai istilah  katannu artinya tahu kebajikan orang lain dan katavedi artinya tahu membalas budi orang lain.

Pengertian dan Fungsi Vihara
Vihara, klenteng dan Orde Baru Vihara Duta Prabha di Kota Banjarmasin. Vihara adalah rumah ibadah agama Buddha, bisa juga dinamakan kuil. Kelenteng adalah rumah ibadah penganut taoisme, maupun konfuciusisme. Tetapi di Indonesia, karena orang yg ke vihara/kuil/kelenteng, umumnya adalah etnis tionghoa, maka menjadi agak sulit untuk di bedakan, karena umumnya sudah terjadi sinkritisme antara Buddhisme, Taoisme, dan Konfuciusisme. Salah satu contohnya adalah Vihara Kalyana Mitta yang terletak di daerah pekojan - jakarta barat. Banyak umat awam yang tidak mengerti perbedaan dari klenteng dan vihara. Klenteng dan vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi. Klenteng pada dasarnya beraritektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain daripada fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tiongkok. Perbedaan antara klenteng dan vihara kemudian menjadi rancu karena peristiwa G30S pada tahun 1965. Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuklah itu kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru. Klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Banyak klenteng yang kemudian mengadopsi istilah dari bahasa Sanskerta ataupun bahasa Pali, mengubah nama sebagai vihara dan mencatatkan surat izin dalam naungan agama Buddha demi kelangsungan peribadatan. Dari sinilah kemudian umat awam sulit membedakan klenteng dengan vihara.

1. Candi Borobudur
Description: borobudur
Ciri-Ciri nya :
Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
2. Candi Mendut
Description: candi-mendut
Ciri-Ciri nya :
Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda.
Candi Mendut adalah sebuah candi berlatar belakang agama Buddha. Candi ini terletak di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi Borobudur.
Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama veluvana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.
3. Candi Ngawen
Description: ngawen
Ciri-Ciri nya :
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M.
4. Candi Lumbung
Description: candi-lumbung
Candi Lumbung adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, yaitu di sebelah candi Bubrah. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini merupakan kumpulan dari satu candi utama (bertema bangunan candi Buddha)
Ciri-cirinya :
Dikelilingi oleh 16 buah candi kecil yang keadaannya masih relatif cukup bagus.
5. Candi Banyunibo
Description: candi-banyunibo
Candi Banyunibo yang berarti air jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari kota Yogyakarta ke arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha.
Ciri-cirinya:
Keadaan dari candi ini terlihat masih cukup kokoh dan utuh dengan ukiran relief kala-makara dan bentuk relief lainnya yang masih nampak sangat jelas. Candi yang mempunyai bagian ruangan tengah ini pertama kali ditemukan dan diperbaiki kembali pada tahun 1940-an, dan sekarang berada di tengah wilayah persawahan.
6. Kompleks Percandian Batujaya
Description: candi_batujaya
Kompleks Percandian Batujaya adalah sebuah suatu kompleks sisa-sisa percandian Buddha kuna yang terletak di Kecamatan Batujaya dan Kecamatan Pakisjaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Situs ini disebut percandian karena terdiri dari sekumpulan candi yang tersebar di beberapa titik.
Cirri-cirinya:
Dari segi kualitas, candi di situs Batujaya tidaklah utuh secara umum sebagaimana layaknya sebagian besar bangunan candi. Bangunan-bangunan candi tersebut ditemukan hanya di bagian kaki atau dasar bangunan, kecuali sisa bangunan di situs Candi Blandongan.
Candi-candi yang sebagian besar masih berada di dalam tanah berbentuk gundukan bukit (juga disebut sebagai unur dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa). Ternyata candi-candi ini tidak memperlihatkan ukuran atau ketinggian bangunan yang sama.
7. Candi Muara Takus
Description: candi-muara-takus
Candi Muara Takus adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Riau, Indonesia. Kompleks candi ini tepatnya terletak di desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar atau jaraknya kurang lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru, Riau. Jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 kilometer dan tak jauh dari pinggir Sungai Kampar Kanan.
Ciri-cirinya:
Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter diluar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir sungai Kampar Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan Candi Tua, Candi Bungsu dan Mahligai Stupa serta Palangka. Bahan bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi. Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara beranting dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi itu secara bergotong royong dan dilakukan oleh orang ramai.
8. Candi Sumberawan
Description: candi-sumberawan
Candi Sumberawan hanya berupa sebuah stupa, berlokasi di Kecamatan Singosari, Malang. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari. Candi ini Merupakan peninggalan Kerajaan Singhasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.
Candi Sumberawan terletak di desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, +/- 6 Km, di sebelah Barat Laut Candi Singosari, candi ini dibuat dari batu andesit dengan ukuran P. 6,25m L. 6,25m T. 5,23m dibangun pada ketinggian 650 mDPL, di kaki bukit Gunung Arjuna. Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.
Cirri-cirinya:
Candi ini terdiri dari kaki dan badan yang berbentuk stupa. Pada batur candi yang tinggi terdapat selasar, kaki candi memiliki penampil pada keempat sisinya. Di atas kaki candi berdiri stupa yang terdiri atas lapik bujur sangkar, dan lapik berbentuk segi delapan dengan bantalan Padma, sedang bagian atas berbentuk genta (stupa) yang puncaknya telah hilang.
9. Candi Brahu
Description: candi-brahu_
Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Buddha, didirikan abad 15 Masehi. Pendapat lain, candi ini berusia jauh lebih tua ketimbang candi lain di sekitar Trowulan. Menurut buku Bagus Arwana, kata Brahu berasal dari kata Wanaru atau Warahu. Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci seperti disebutkan dalam prasasti Alasantan, yang ditemukan tak jauh dari candi brahu. Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok pada tahun 861 Saka atau 9 September 939,
Cirri-cirinya:
Candi Brahu merupakan tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja Brawijaya. Anehnya dalam penelitian, tak ada satu pakarpun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Lebih lebih setelah ada pemugaran candi yang dilakukan pada tahun 1990 hingga 1995.
10. Candi Sewu
Description: candi-sewu
Candi Sewu adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks candi Prambanan (hanya beberapa ratus meter dari candi utama Roro Jonggrang). Candi Sewu (seribu) ini diperkirakan dibangun pada saat kerajaan Mataram Kuno oleh raja Rakai Panangkaran (746 – 784). Candi Sewu merupakan komplek candi Buddha terbesar setelah candi Borobudur, sementara candi Roro Jonggrang merupakan candi bercorak Hindu.
Menurut legenda rakyat setempat, seluruh candi ini berjumlah 999 dan dibuat oleh seorang tokoh sakti bernama, Bandung Bondowoso hanya dalam waktu satu malam saja, sebagai prasyarat untuk bisa memperistri dewi Roro Jonggrang. Namun keinginannya itu gagal karena pada saat fajar menyingsing, jumlahnya masih kurang satu.

Referensi :
  1. Endro Herman.s, ” Hari Raya Umat Buddha dan Kalender Buddhis 1996 – 2026 ”. 1997, Yayasan Dhammadipa Arama, Jakarta. Pusat.
  2. Sumedho Ajahn, Ven, ”Bersyukur Pada Orang Tua ”. 2006, Yayasan Kusalayani, Jakarta.
  3. Jo Priastana, ” Happy Vaisakh ” . 2006, Yasodara Puteri,  jakarta.
  4. Dewi Metta. W. SH. S.Ag, ” Bakti Kepada Orang Tua ”.
  5. Majalah Sinar Dhamma Edisi Waisak 2552 BE, 2006 hal, 44
  6. https://nanpunya.wordpress.com/2009/04/01/10-candi-buddha-di-indonesia/.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar