Rabu, 10 Juni 2015

Hari-hari suci dan tempat suci Agama Hindu di Indonesia



RESUME
KELOMPOK 5
Ismail Sholeh : 1113032100040
Sukmaya: 1113032100043
Wahid muhammad : 1113032100068
Ucup manrdani: 11130321000-

Hari-hari suci Agama Hindu di Indonesia

A.        Pendahuluan

Tiap–tiap golongan manusia yang ada di dunia ini, baik sebagai warga dari suatu negara atau bangsa, maupun sebagai penganut dari suatu agama. Masing-masing mempunyai hari raya tertentu yang dianggap suci (kramat) dan mulia, yang tidak dilewatkan begitu saja tanpa disertai dengan suatu upacara perayaan (peringatan), meskipun hanya secara sederhana saja.
Hari-hari suci bagi umat Hindu, ialah suatu hari yang dipandang suci, karena pada hari-hari itu umat hindu wajib melakukan pemujaan terhadap Hyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha kuasa) beserta segala manifestasi Nya. Hari- hari suci pada hakekatnya merupakan hari-hari peyogaan Hyang Widhi dengan segala manifestasi-Nya. Oleh karena itu pada hari-hari tersebut merupakan hari-hari yang baik untuk melakukan Yadnya.
Yadnya ini dilakukan oleh umat manusia. Sebagai penghormatan dan pemujaan terhadap hyang Widhi (Tuhan Maha Pecipta), atas segala cinta kasih-Nya yang tidak terbatas yang telah dilimpahkan-Nya dan atas sinar suci atau rahmat-Nya kepada semua kehidupan di dunia ini.

B.         Hari Nyepi (Tahun baru)

Hari Nyepi[1][1] diperingati sebagai tahun baru Caka, yang jatuh sehari sesudah X (Kesada). Adapun Rangkaian Hari Nyepi (Tahun Baru Caka) ini, adalah sebagai berikut:
1.      Melis/Mekiis/Melasti, yang jatuh pada trayodasa krenapaksa sasih IX (Kesanga) atau pada pengelong 13 sasih Kesanga adalah Hari yang baik untuk mengkiyis atau melis ini, juga dimaksudkan untuk mengadakan pembersihan atau penyucian segala sarana dan prasarana perangkat alat-alat yang dipergunakan untuk persembahyangan. Melis ini biasa dilakukan dilaut atau pada sumber air yang lain sesuai dengan desa, kala dan patra umat masing-masing dengan tujuan memohon tirtha amertha (air kehidupan) dan tirtha pembersihan kehadapan Hyang Widhi Wasa (Tuhan Maha Kuasa).
2.      Upacara Bhuta Yadnya (Tawur atau meracu), jatuhnya pada Tilem sasih kesanga. Hari ini disebut juga pengerupukan yang bertujuan untuk menghilangkan unsur-unsur kejahatan yang merusak kesejahteraan umat manusia. Di saat umat hindu bersiap untuk melepaskan tahun lama dengan mengadakan pecaruan agar segera kekuatan yang negatif tidak mengikuti manusia melangkah ketahun yang baru. Di samping itu adalah untuk menormalisir unsur-unsur panca Mahabhuta, yaitu lima unsur yang menjadi alam semesta (makrokosmos) dan badan makhluk hidup (mikrokosmos).
3.      Sipeng (Hari Nyepi), yang disebut juga sebagai tahun Baru Caka pada hari ini umat melakukan tapa, bratha, yoga, samadhi, satu hari penuh (24 jam), untuk mengekang hawa nafsu, tidak makan dan tidak minum. Pemadaman nafsu-nafsu ini diperagakann dengan tidak menyalakan apai (amati geni) tidak bekerja (amati karya), tidak berpergian (amati lelangun). Jelasnya pada sipeng ini kita menyucikan diri dan memusatkan pikiran dengan mengendalikan segala nafsu, berpuasa, bertapa samadhi menciptakan ketenangan dan kedamaian sehingga pikiran bisa bergerak menjelajahi atau meneliti kembali segala perbuatan yang telah diperbuat di masa lalu dan memupuk perbuatan yang baik serta melebur yang tidak baik. dengan hikmah Nyepi (Tahun Baru Caka) kita peringatkan agar berbuat dengan “ Sepi Ing Pamrih”.
4.      Ngembak Api (Gni), yang jatuh sehari setelah Nyepi. Hari ini memulainya aktivitas kita dengan panjatan doa, mohon semoga Hyang Widhi menganugrahi kita jalan yang terang, terlepas dari mkegelapan masa silam dan dengan jiwa terang memasuki Tahun Baru. Saat ini pulalah kita hendaknya salaing maaf memaafkan antara sesama manusia sebagi makhluk Tuhan.

C.        Hari Ciwaratri

Ciwaratri berarti malam renungan suci atau malam pelaburan dosa. Hari Ciwaratri jatuh pada Purwanining Tilem Ke VII (kepitu), yaitu sehari sebelum bulan mati sekitar bulan januari.[2][2] Pada hari ini kia melakukan Puasa dan Yoga samadhi dengan maksud untuk memperoleh pengampunan hari Hyang widhi atas dosa yang diakibatkan oleh awidnya (kegelapan).
Hari ciwaratri kadang kala disebut juga hari pejagaran. Karena pada hari ini Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Yang bermanifestasikan sebagai Ciwa dalam fungsinya sebagai pelebur, melakukan Yoga Yoga semalam suntuk, karena Itu pada hari Ini kita memohon kehadapan- Nya agar segala dosa –dosa kita dapat dilebur.
Pada malam Ciwaratri ini. Setiap orang mendapat kesempatan untuk melebur perbuatan buruknya (dosanya) dengan jalan melaksanakan brata Ciwaratri. Hal ini disebutkan dalam kitab Padma Purama. Bahwa sesungguhnya malam Ciwaratri itu adalah malam peleburan dosa, yaitu peleburan atas dosa-dosa yang dilakukan oleh seseorang didalam hidupnya.

D.        Hari Galungan

Galunagan adalah pemujaan kepada Hyanng Widhi yang dilakukan dengan penuh kesucian dan ketulusan hati. Memohon kesejahteraan dan keselamatan hidup serta agara dijauhkan dari awidya. Hari raya galungan adalah hari pawedalam jagat.[3][3] Yaitu pemujaan bahwa telah terciptnya jagat dengan segala isinya oleh Hyang Widhi. Hari ini muncul setiap 210 hari sekali. Yaitu pada hari rabu kliwon Wuku Dungulan.[4][4]
Galungan merupakan perlambang perjuangan antara yang benar (dharma) nmelawan tidak benar (adharma) dan juga sebagi pernyataan rasa terimakasih atas kemakmuran dalam alam yang diciptkan Hyang Widhi ini.
Disamping itu pula, perayaan galungan adalah untuk menyatakan terima kasih dan rasa bahagia atas kemurahan Hyang Widhi yang dibayangkan telah sudi turun dengan diiringi oleh para dewa dan para Pitara ke dunia.
              Sehari sebelum galungan, yaitu pada hari selasa Wage wuku Dungulan. Disebut hari Hari Penampahan. Mulai saat penampahan ini segala bentuk nafsu hendaknya dikendalikan dalam rangka menyambut hari raya Galungan (Besoknya), karena pada hari Penampahan iini manusia berusaha digoda oleh nafsu-nafsunya yang bersifat negatif, misalnya nafsu murka, iri hati, sombong, congkak dan lain-lainnya, yang dilambangkan dengan Sang kala Tiga. Apabila manusia pada saat itu kurang waspada dan tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri, maka ia akan dikuasai adanya dorongan nafsu marah, sering terjadi pertengkaran-pertengkaran .perselisihan dan lain sebagainya.

E.         Hari kuningan

Kuningan jatuh setiap Sabtu Kliwon Wuku Kuningan 210 hari sekali yakni sepuluh hari setelah Galungan. Hari Kuningan adalah hari payogaan Hyang Widhi yang turun kedunia dengan diiringi oleh para Dewa dan Pitara pitari melimpahkan Karunia-Nya kepada umat manusia. Karena itu pada hari Kuningan kita hendaknya mengahturkan bakti memohon kesentosaan, keselamatan, perlindungan dan tuntunan lahir bathin.
Pada hari kuningan ini, sajen (banten) yang dihaturkan harus dilengkapi dengan nasi yanng berwarna kuning. Tujuannya adalah sebagai tanda terima kasih atas kesejahteraan dan kemakmuran yang dilimpahkan oleh Hyang Widhi Wasa. Pada hari ini kita membuat tamiang, endongan dan kolem yang dipasang pada Padmasana. Sanggah (Merajan) dan Penjor. Tamiang ini adalah simbol alat penangkis dari serangan, endongan adalah simbul tempat makanan karena itu endongan berisi buah-buahan, tebu, tumpeng serta lauk pauknya, dan kolem merupakan simbul tempat istirahat atau tidur. Upacara persembanhyangan hari kuningan harus sudah selesai sebelum tengah hari. 

F.         Hari Purnama dan Tilem

Purnama dan Tilem, Juga merupakan hari suci bagi umat Hindu, yang harus disucikan dan dirayakan untuk memohon berkah, rahkmat dan Karunia dari Hyang Widhi.
Pada hari Purnama adalah payogaan Sanghyang Candra dan pada hari raya Tilem adalah Payogaan Sanghyang Surya. Kedua-duanya sebagai kekuatan dan sinar suci Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa) dalam manifestasinya berfungsi sebagai pelebur segala mala (kekotoran) yang ada di dunia.
Bila pada hari Purnama atau Tilem umat manusia menghaturkan upakara yadnya dan persembahyangan kehadapan hyang Widhi, dari nilai satu aturan (bhakti) yang dipersembahkan itu akan mendapat imbalan anugrah bernilai sepuluh dari hyang Widhi.
Demikianlah hari Purnama dan Tilem itu yang merupakan hari Suci yang harus dirayakan oleh umat Hindu untuk memohon anugrah dan rakhmat serta keselamatan dan kesucian lahir bathin. Pada hari Purnama dan Tilem hendaknya mengadakan upacara-upacara persembahyanngan dengan rangkaiannya berupa upakara yadnya sebagai salah satu aspek dari pada pengalaman ajaran agama.
Hari Purnama jatuh setiap bulan penuh (sukla paksa), sedangkan Tilem jatuh setiap bulan mati (krsna paksa). Baik purnama maupun Tilem datengnya setiap 30 atau 29 hari sekali.
Pada hari Purnama dan Tilem ini kitahendaknya mengadakan pembersihan secara lahir batin, karena itu, disampping bersembahyang mengadakan puja bhakti kehadapan Hyang Widhi untuk memohon anugrah-Nya, juga kita hendaknya mengadakan pembersihan dengan air (mandi yang bersih). Menurut pandangan Hindu bahwa air merupakan sarana pembersihan yang amat penting didalam kehidupan manusia. Disamping itu pula air merupakan sarana pembersih, juga sebagai pelebur kotoran.

G.        Hari Saraswati

Hari Saraswati, adalah hari raya untuk memuja hyang Widhi dalam menifestasinya dan kekuatannya menciptakan ilmu pengetahuan dan ilmu kesucian. Hari Raya Saraswati merupakan piodalan Sang hyang Aji Saraswati atau turunya Weda yang dirayakan setiap hari sabtu Umanis Wuku Watugunung, yang jatuhnya setiap 210 hari sekali. Kekuatan Hyang Widhi dalam Manifestasin-Nya menurunkan Ilmu pengetahuan dilambangkan dengan seorang “Dewi”. Dewi Saraswati merupakan Dewi ilmu pengetahuan Suci, karena itu bagi para arif bijaksana, pelajar dan kaum cendikiawan, saraswati ini merupakan hari penting untuk memuja kebesaran hyang Widhi atas segala Ilmu pengetahuan suci yang telah dianugrahkan itu.
Dewi Saraswati merupakan sakti Brahma (manifestasi Hyang Widhi dalam hal mencipta), yang mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan. Dari ilmu pengetahuan inilah timbul ciptaan-ciptaan baru yang ada didunia, tanpa ilmu pengetahuan manusia tidak mungkin dapat menciptkan yang baru.



Bab II
Hari-hari suci Agama Hindu di India

A.        Chaitra Purnima

Hari suci ini jatuh pada purnama Bulan Chaitra (ke 9) di bali bersamaan dengan Purnama kadasa (WAISAKA ), sekitar Maret-April. Pada hari ini umat melakukan pemujaan terhadap Dewa Yama. Umat biasanya mengaturkan sesaji berupa nasi lengkap dengan bumbunya. Setelah persembahan. Umat biasanya makan bersama (prasadam). Hari raya ini sebenarnya jatuh pada purnama dibulan pertama, menurut kalender Hindu.[5][5] Sebab Umat Hindu memandang Bulan Chaitra sebagai awal tahun baru sehingga perayaan ini bisa jadi sekaligus merupakan perayaan tahun baru Saka.

B.        Durgapuja

Hari suci ini di rayakan pada suklapaksa (penanggal) sampai 10 pada bulan Asuji, sekitar September- oktober. Pada sistem kalender bali, ini bertepatan dengan bulan kartika (sasih kapat). Hari durgapuji ini juga diperingati setelah Rahmawavani yang jatuh pada suklapaksa kesembilan.
Pada hari ini, umat pertama-tama melakukan pemujaan di rumahan masing-masing. Pada hari ini, umat juga memuja Siva Ganesha dan dewa-dewa lainya. Pada perayaan ini, umat biasanya menggarak patung dewi Durga berlengan delapan lengkap dengan senjatanya. Umat biasanya melakukan bhajan.[6][6] Semalam suntuk untuk memuja durga. Mereka biasanya menggunakan tempat-tempat umum, seperti di dekat pasar dan sejenisnya. Pada puncak acara, umat biasanya juga melakukan mandi suci ke sungai-sungai suci.

C.        Dipavali

Hari suci ini biasanya di peringati pada Krsnapaksa ke 14 (pangelong ping 14) bulan kartika. Pada sistem kalender di Bali bertepatan dengan sasih kalima. Hari suci ini dilaksanakan untuk memperingati kembalinya Sri Rama ke Ayodhya.[7][7] Sehingga umat menyambut beliau dengan menyalahkan Dipa, sejenis lilin-lilin kecil.

D.        Gayatri Japa

Hari suci ini untuk memperingati turunya Mantram Gayatri.[8][8] Mantram ini adalah ibu daripada semua Mantram dalam Weda. Hari suci ini sangat dikramatkan umat Hindu. Hari suci ini jatuh pada Purnama Srawana, sekitar Juli-Agustus. Hari suci Ini bertepatan dengan purnama Karo (Bhadrapada) menurut sistem kelender umat Hindu di Bali.

E.        Guru Purnima

Hari suci ini juga disebut Vyasa Jayanti, atau hari kelahiran Maharsi Vyasa. Hari suci ini jatuh padaPurnama Asadha, sekitar Juni-Juli. Menurut perhitungan kalender hindu dibali, ini bertepatan dengan purnama kasa (Srawana). Hari ini sangat penting bagi para Sannyasin. Pada hari ini, mereka akan berhenti mengembara. Mereka akan tinggal diasram-asram untuk mendiskusikan Brahmasutra dan bermeditasi.


Bab III
Tempat tempat Suci Agama Hindu

A.          Istilah-istilah Tempat Suci

Tempat suci bagi umat Hindu, dapat disebut dengan bermacam-macam istilah, seperti:
1.      Pura
Istilah pura berasal dan kata “pur”. Yang artinya kota, benteng atau kota yang berbenteng. Pura berarti suatu tempat yang khusus dipakai untuk dunia kesucian dengan dikelilingi oleh tembok. Hampir semua pura (tempat Suci) dikelilingi atau dibentengi dengan tembok atau pagar untuk memisahkan dengan dunia sekitarnya yang dianggap tidak suci.
2.      Candi
Candi artinya Ciwa.[9][9] Bentuk pokoknya adalah segi tiga yaitu lambang purusa, sebagai wisesanya Hyang Widhi untuk mencipta atau mengadakan. Lambang ini adalah lamabang Ciwa sebagai paksa agama Hindu. Jadi bukan bagian dari Tri Murti atau Tri Sakti. Candicandi ini banyak terdapat di India dan di Jawa, sedangkan Candi yang terdapat di gunung Kawi (Tampak Siring Bali) bukanlah lambang Ciwa, melainkan adalah terdapat penyungsungan seorang Raja yang di makamkan disana dengan permaisurinya.
3.      Kahyangan atau Parhyangan
Kahyangan atau Parhyangan. Berasal dari kata “Hyang”. Biasanya dihubungkan dengan sang dang, merupakan kata sandang yang di tempatkan didepan sesuatu yang dimuliakan, dihormati, misalnya sang Hyang Widhi, Sang Hyang Dharma, Dang Hyang Drona, hyang Guru, dang Hyang Niratha dan lain sebagainya. Jadi “Hyang”. Yang berarti sesuatu yang muliakan, disucikan, dijunjung, di hormati. Kata Hyang ini kemudian mendapat awalan “Ka” dan akhiran “An” (ka+hyang+an) sehingga menjadi kata Khyangan yang berarti tempat, kedudukan linggih, sthana. Demikian pula kata parhyangan”. Yang artinya tempat kedudukan suci yang di sucikan. Selanjutnya yang di maksud dengan kahyangan atau parhayangan disini, bukan saja bangunan yang berfungsi sebagai sthana, linngih atau temapt kesucian itu, tetapi juga seluruh komplek dengan halaman dari tempat suci.
4.      Istilah istilah lainnya
Istilah istilah lain adalah Pengayatan, Pengawangan, Pengubengan, Pengayengan, Dewagrha-Mandira, Persimpangan dan lain-lainnya. Ditempat ini hyang Widhi beserta manifestasinNya disthanakan dan di puja pada waktu tertentu apabila diperlukan. Misalnya pada hari raya agama Hindu. Pengahayatan, Penyawangan, pengubengan dan sejenisnya ini merupakan linggih atau sthana Hyang Widhi yang bersifat sementara, yakni sebagai persimpanagan saja. Melalui tempat-tempat suci ini kita memusatkan pikiran dan memohon kehadapan Hyang Widhi beserta manifestasiNya agar berkenan bersthana pada tempat yang telah tersedia, serta mengabulkan doa yang kita panjatkan kehadapan- Nya.

B.          Fungsi tempat Suci

Tempat suci mempunyai funsi yang amat penting bagi Umat Hindu funsi yang hampir meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat Hindu.[10][10]
Sebagaimana disebutkan dalam sastra agama, maka fungsi tempat (Pura) itu adalah sebagai berikut:
1.      Pura adalah temapt beribadat, tempat manusia mendekatkan dirinya kepada Hyang Widhi, tempat memohon dan bersujud kehadapan Tuhan yang Maha Pecipta. DiPuralah tempat manusia mempersatukan dirinya kepada Tuhannya.
2.      Pura juga merupakan tempat memperlai mengikrarkan sumpahnya atas pesaksian Sang Hyang Widhi untuk memasuki hidup baru, mereka berjanji tetap setia sehidup semati bersama dalam suka maupun duka untuk membawa rumah tangga yang berbahagia sesuia dengan tuntunan agama    
3.      Temapt untuk memuja roh-roh suci yang dipandang suci baik roh suci leluhur, roh para Rsi maupun raja-raja yang dianggap telah menjadi Dewa-dewi.

C.          Jenis-jenis Tempat Suci

Jenis-jenis tempat suci berdasarkan atas karakternya. Dapat dibagi menjadi 4 empat bagian besar yaitu.
1.      Pura keluarga
Pura keluarga ini juga disebut Sanggah, pura Dadya, Pura Kawitan Pura Pedharman, Paibon, Panti dan lain sebagainya kelompok pura ini didukung oleh segolongan orang-orang yang mempunyai hubungan darah (genealogic). Oleh karena itu Pura –Pura iini ada dilingkunagan rumah tangga. Jika pendukungnya ada didalam lingkup yang lebih kecil disebut dengan Sanggah atau pamerajan, dan apabila keluarga bersangkutan telah bertambah besar dan meluas, maka didirikanlah pamerajan atau sejenisnya.
2.      Pura Desa
Pura Desa ini disebut pula pura kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa, yaitu Pura temapt memuja Hyang widhi dalam manifestasinya sebagai Tri Wisesa dan Tri Murti. Pura ini terdiri dari Pura Desa (Balai Agung) ialah tempat pemujaan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) dalam manifestasi-Nya sebagai Brahma yaitu Pecipta, Pura Puseh atau Pura segera ialah tempat pemujaan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Wisnu yaitu pemelihara.[11][11]
3.      Pura Kahyangan jagat ini juga disebut dengan pura umum, artinya adalah suatu Pura yang didukung dan disungsung oleh Umat Hindu yang ada di seluruh Indonesia pada Khususnya dan seluruh Umat Hindu umumnya. Di Indonnesia, Pura yang paling besar yang tergolong Kahyangan jagat ini adalah Pura Besakih. Dalam perkembangan selanjutnya banyak lagi pura atau Kahyangan yang dapat di katagorikan sebagai Kahyangan Jagat, seperti misalnya Pura Mandara Giri Semeru Agung Senduro Lumajang Jawa Timur dan lain-lainya.
4.      Pura yang besifat Fungsional
Yang dimaksud dengan Pura Fungsional di sini adalah dimana pemuja, pendukung atau penyungsung dari Pura atau tempat suci tersebut mempunyai suatu kepentingan yang sama dalam hal-hal tertentu. Tempat suci yang termasuk golongan Fungsional ini adalah Pura Subak (Ulun suwi/Ulun Carik) dan lain, sebagainya. Pura subak, mereka mempunyai kepentingan yang sama terutama dalam mendapatkan air untuk sawah-sawah mereka.maka bersama-sama lah mereka mendirikan Pura.



1. Candi Cetho
Description: candi_cetho1
Candi Cetho merupakan sebuah candi bercorak agama Hindu peninggalan masa akhir pemerintahan Majapahit (abad ke-15). Laporan ilmiah pertama mengenainya dibuat oleh Van de Vlies pada 1842. A.J. Bernet Kempers juga melakukan penelitian mengenainya. Ekskavasi (penggalian) untuk kepentingan rekonstruksi dilakukan pertama kali pada tahun 1928 oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda. Berdasarkan keadaannya ketika reruntuhannya mulai diteliti, candi ini memiliki usia yang tidak jauh dengan Candi Sukuh. Lokasi candi berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1400m di atas permukaan laut.
Ciri-cirinya:
Pada keadaannya yang sekarang, Candi Cetho terdiri dari sembilan tingkatan berundak. Sebelum gapura besar berbentuk candi bentar, pengunjung mendapati dua pasang arca penjaga. Aras pertama setelah gapura masuk merupakan halaman candi. Aras kedua masih berupa halaman dan di sini terdapat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur masyarakat Dusun Cetho.
2. Candi Asu
Description: candi-asu
Candi Asu adalah nama sebuah candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Candi Pos, kelurahan Sengi, kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, provinsi Jawa Tengah (kira-kira 10 km di sebelah timur laut dari candi Ngawen). Di dekatnya juga terdapat 2 buah candi Hindu lainnya, yaitu candi Pendem dan candi Lumbung (Magelang). Nama candi tersebut merupakan nama baru yang diberikan oleh masyarakat sekitarnya.
Ciri-cirinya :
Disebut Candi Asu karena didekat candi itu terdapat arca Lembu Nandi, wahana dewa Siwa yang diperkirakan penduduk sebagai arca asu ‘anjing’. Disebut Candi Lumbung karena diduga oleh penduduk setempat dahulu tempat menyimpan padi (candi Lumbung yang lain ada di kompleks Taman Wisata candi Prambanan). Ketiga candi tersebut terletak di pinggir Sungai Pabelan, dilereng barat Gunung Merapi, di daerah bertemunya (tempuran) Sungai Pabelan dan Sungai Tlingsing. Ketiganya menghadap ke barat. Candi Asu berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 7,94 meter. Tinggi kaki candi 2,5 meter, tinggi tubuh candi 3,35 meter. Tinggi bagian atap candi tidak diketahui karena telah runtuh dan sebagian besar batu hilang. Melihat ketiga candi tersebut dapat diperkirakan bahwa candi-candi itu termasuk bangunan kecil. Di dekat Candi Asu telah diketemukan dua buah prasati batu berbentuk tugu (lingga), yaitu prasasti Sri Manggala I ( 874 M ) dan Sri Manggala II ( 874 M ).
3. Candi Gunung Wukir
Description: candi-gunung-wukir
Candi Gunung Wukir atau Candi Canggal adalah candi Hindu yang berada di dusun Canggal, kalurahan Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah. Candi ini tepatnya berada di atas bukit Gunung Wukir dari lereng gunung Merapi pada perbatasan wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Menurut perkiraan, candi ini merupakan candi tertua yang dibangun pada saat pemerintahan raja Sanjaya dari zaman Kerajaan Mataram Kuno, yaitu pada tahun 732 M (654 tahun Saka).
Ciri-cirinya:
Kompleks dari reruntuhan candi ini mempunyai ukuran 50 m x 50 m terbuat dari jenis batu andesit, dan di sini pada tahun 1879 ditemukan prasasti Canggal yang banyak kita kenal sekarang ini. Selain prasasti Canggal, dalam candi ini dulu juga ditemukan altar yoni, patung lingga (lambang dewa Siwa), dan arca lembu betina atau Andini.
4. Candi Prambanan
Description: prambanan
Berdiri di bawah Candi Hindu terbesar di Asia Tenggara ini selarik puisi tiba-tiba terlintas di benak
Candi Prambanan yang dikenal juga sebagai Candi Roro Jonggrang ini menyimpan suatu legenda yang menjadi bacaan pokok di buku-buku ajaran bagi anak-anak sekolah dasar. Kisah Bandung Bondowoso dari Kerajaan Pengging yang ingin memperistri dara cantik bernama Roro Jonggrang. Si putri menolak dengan halus. Ia mempersyaratkan 1000 candi yang dibuat hanya dalam waktu semalam. Bandung yang memiliki kesaktian serta merta menyetujuinya. Seribu candi itu hampir berhasil dibangun bila akal licik sang putri tidak ikut campur. Bandung yang kecewa lalu mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca, yang diduga menjadi arca Batari Durga di salah satu candi.
5. Candi Gunung Sari
Description: candi-barong
Candi Gunung Sari adalah salah satu candi Hindu Siwa yang ada di Jawa. Lokasi candi ini berdekatan dengan Candi Gunung Wukir tempat ditemukannya Prasasti Canggal.
Ciri-cirinya:
Candi Gunung Sari dilihat dari ornamen, bentuk, dan arsitekturnya kemungkinan lebih tua daripada Candi Gunung Wukir. Di Puncak Gunung Sari kita bisa melihat pemandangan yang sangat mempesona dan menakjubkan. Candi Gunung Sari terletak di Desa Gulon, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Semoga di masa depan Candi Gunung Sari semakin dikenal oleh banyak orang untuk dapat menemukan inspirasi dan keindahanny.
6. Arca Gupolo
Description: arca-gupolo
Arca Gupolo adalah kumpulan dari 7 buah arca berciri agama Hindu yang terletak di dekat candi Ijo dan candi Barong, di wilayah kelurahan Sambirejo, kecamatan Prambanan, Yogyakarta. Gupolo adalah nama panggilan dari penduduk setempat terhadap patung Agastya yang ditemukan pada area situs. Walaupun bentuk arca Agastya setinggi 2 meter ini sudah tidak begitu jelas, namun senjata Trisula sebagai lambang dari dewa Siwa yang dipegangnya masih kelihatan jelas. Beberapa arca yang lain, kebanyakan adalah arca dewa Hindu dengan posisi duduk.
Ciri-cirinya:
Di dekat arca Gupolo terdapat mata air jernih berupa sumur yang dipakai oleh penduduk setempat untuk mengambil air, dan meskipun di musim kemarau panjang sumur ini tidak pernah kering. Menurut legenda rakyat setempat, Gupolo adalah nama patih (perdana menteri) dari raja Ratu Boko yang diabadikan sebagai nama candi Ratu Boko (ayah dari dewi Loro Jonggrang dalam legenda candi Prambanan).
7. Candi Cangkuang
Description: candi-cangkuang
Candi Cangkuang adalah sebuah candi Hindu yang terdapat di Kampung Pulo, wilayah Cangkuang, Kecamatan Leles, Garut, Jawa Barat. Candi inilah juga yang pertama kali ditemukan di Tatar Sunda serta merupakan satu-satunya candi Hindu di Tatar Sunda.
Cirri-ciri nya:
Bangunan Candi Cangkuang yang sekarang dapat kita saksikan merupakan hasil pemugaran yang diresmikan pada tahun 1978. Candi ini berdiri pada sebuah lahan persegi empat yang berukuran 4,7 x 4,7 m dengan tinggi 30 cm. Kaki bangunan yang menyokong pelipit padma, pelipit kumuda, dan pelipit pasagi ukurannya 4,5 x 4,5 m dengan tinggi 1,37 m. Di sisi timur terdapat penampil tempat tangga naik yang panjangnya 1,5 m dan lébar 1,26 m.
8. Candi Gedong Songo
Description: candi-gedong-songo
Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya Hindu yang terletak di Desa Candi, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat lima buah candi.
Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
Ciri-cirinya:
Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara disini cukup dingin (berkisar antara 19-27°C)
Lokasi 9 candi yang tersebar di lereng Gunung Ungaran ini memiliki pemandangan alam yang indah. Di sekitar lokasi juga terdapat hutan pinus yang tertata rapi serta mata air yang mengandung belerang.
9. Candi Pringapus
Description: pringapus
Candi Pringapus adalah candi di desa Pringapus, Ngadirejo, Temanggung 22 Km arah barat laut ibu kota kabupaten Temanggung. Arca-arca berartistik Hindu yang erat kaitanya dengan Dewa Siwa menandakan bahwa Candi Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis. Candi tersebut dibangun pada tahun tahun 772 C atau 850 Masehi menurut prasasti yang ditemukan di sekitar candi ketika diadakan restorasi pada tahun 1932.
Ciri-cirinya:
Candi ini merupakan Replika Mahameru, nama sebuah gunung tempat tinggal para dewata. Hal ini terbukti dengan adanya adanya hiasan Antefiq dan Relief Hapsara-hapsari yang menggambarkan makhluk setengah dewa. Candi Pringapus bersifat Hindu Sekte Siwaistis
10. Candi Sukuh
Description: candi-sukuh
Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini digolongkan kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena banyaknya obyek-obyek lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas.
Cirri-cirinya:
Bangunan candi Sukuh memberikan kesan kesederhanaan yang mencolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru. Struktur ini juga mengingatkan para pengunjung akan bentuk-bentuk piramida di Mesir.

DAFTAR PUSTAKA

Warman I Nyoman Singgin dan Sutara I Gede. Hari Raya Hindu Bali-India. Surabaya: Paramita. 2003.
Oka Netra Anak Agung Gde. Tuntunan Dasar Agama Hindu. Denpasar: Widya Dharma. 2009.
Suarka I Nyoman. Ketuhanan Bali; Kajian Analisis dan Era Baru Empu Kunturan. Surabaya: Paramita. 2005.








[1][1] Drs. Anak Agung gde Oka Netra, widya dharma 2009.
[2][2] Prof. Dr I.b. Mantra ; tata susila Hindu Dharma, 1989
[3][3] Cudamani; pengantar agama hindu III , 1983-1984
[4][4] I Nyoman singgi Wikarman, hari raya Hindu bali-India suatu perbandinga. (surabaya: Paramita 2005). Hlm 29
[5][5] Sistem kalender umat hindu dibali lebih awal satu bulan dengan sistem kalender di India. Sebab umat Hindu di bali lebih dahulu melihat matahari berada diatas kepalanya pada pergerakan semu matahari dari selatan ke utara .
[6][6] Bhajan adalah sebuah festival yang mengindungkan nama-nama suci Tuhan pada hari suci ini, umat hindu di india biasanya melakukan bhajan semalam suntuk. Mereka biasanya menari-nari dan menyanyi bersama-sama.pada akhir pemujaan.
[7][7] Lihat kisah suci ramayana. Pada akhir cerita shri Rama diceritakan kembali ke ayodhya. Hari ini merupakan hari yang berbahagia. Penduduk menyalahkan lilin untuk menyambut kedatangan sang pahlawan  ini.
[8][8] Bagi yang membaca Adi Parwa, mahabrata akan mengetahui kisah turunya Mantra gayatri ini. Pada kisah tesebut diceritkan Maharsi Wismawitra menerima wahyu ini setelah beliau menghilangkan rasa egonya yang tinggi dengan memohon persahabatan dari pesaingnya Maharsi Wasista.
[9][9] Drs. Anak agung Gde Oka netra. Tuntunan dasar Agama Hindu.(Denpasar:Widya dharma: 2009) hlm, 83
[10][10] Made Dibia ; orang-orang Suci Agama hindu
[11][11] I Nyoman suarka, Ketuhanan Bali kajian analisis era baru empu keturunan (surabaya: Paramita 2005) , hlm 32-34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar